Pages

Minggu, 01 Mei 2011

Koleksi lagu

Download2..
Kerispatih-Bila Rasaku Ini Rasamu

kajian kurikulum

http://www.4shared.com/file/01NpTW1c/KAJIAN_KURIKULUM.html

Rabu, 13 April 2011

ADVERB/P.GROUP

KALIMAT BERPOLA N – V - (ADVERB/P.GROUP)

Kata kerja dalam kalimat pola ini adlah kata kerja penuh dan intransitif (intransitife verb) sehingga tidak mempunyai objek. Bila kata kerjanya diikuti kata lain maka harus adverb atau
P-group.

Perhatikan kalimat berikut:

1. Birds fly.
N V

2. A dog can run very fast.
N V adverb

3. My father works in foreign company.
N V P-group

4. The guests arrived this morning.
N V adverb

5. The poor man died because of hunger.
N V adverb

CATATAN:
Adverb dan P-group tidak merupakan syarat mutlak untuk membentuk kalimat berpola diatas, sehingga kadang-kadang pola ini hanya terdiri dari N-V saja.

My family

Salah paham terhadap Islam

I. SALAH PAHAM TERHADAP ISLAM
Agama Islam sebagai agama sempurna dan benar, kadang disalahpahami oleh orang-orang nonmuslim dan oleh orang-orang Islam. Penyebab daripada kesalahpahaman ini diantaranya karena:
a. Salah Memahami Ruang Lingkup Agama Islam
Salah paham terhadap Islam terjadi karena orang salah memahami ruang lingkup agama Islam. Misalnya orang terpengaruh oleh makna religi atau religion, yang ruang lingkupnya hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja. Padahal dalam ajaran Islam ruang lingkup religion itu sendiri tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja.

b. Salah Menggambarkan Bagian-Bagian Ajaran Agama Islam
Kesalahpahaman yang lain timbul karena penggambaran bagian-bagian agama dan ajaran Islam yang tidak menyeluruh. Menggambaran Islam secara sepotong-potong inilah yang menyebabkan Islam menjadi agama yang paling disalahpahami di dunia. Sebagai contoh, orang menggambarkan seakan ajaran Islam hanya akidah (iman) atau tauhid saja.

c. Salah Menggunakan Metode Pengkajian Islam
Kesalahpahaman berikutnya adalah kesalahan menggunakan metode mempelajari Islam. Untuk menghindari salah paham terhadap Islam dan dapat memahami Islam secara baik, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1) Mempelajari Islam dari sumbernya yaitu Al-quran dan Al-Hadist.
2) Islam harus dipelajari dan dipahami secara menyeluruh tidak sepotong-potong karena akan menghasilkan pemahaman yang salah terhadap Islam.
3) Mempelajari Islam dari karya yang ditulis para ahli atau Ulama, cendikiawan dan sarjana muslim yang diakui otoritasnya.
4) Memahami Islam dengan bantuan ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang ini.
5) Tidak menyamakan Islam dengan Umat Islam, terutama dengan keadaan umat Islam pada suatu masa disuatu tempat.


II. SUMBER AGAMA DAN AJARAN ISLAM
Sumber agama Islam atau sumber ajaran agama Islam adalah Al-quran dan Al-hadist. Mempelajari agama Islam merupakan kewajiban pribadi setiap muslim.

A. AL-QURAN
Al-quran adalah sumber agama Islam pertama dan utama. Al-quran merupakan kitab suci yang memuat firman-firman Allah, yang disampaikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Madinah.
Tujuannya untuk pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagian diakhirat kelak.
Al-quran terbagi kedalam 30 juz, 144 surat lebih dari 6.00 ayat. Tentang jumlah ayat ada perbedaan pendapat antara para ahli ilmu Al-quran, namun demikian jumlah kata dan suku kata yang mereka hitung adalah sama.
Ayat-ayat Al-quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dapat dibedakan menjadi ayat-ayat Makkiyah (ayat-ayat yang turun ketika Nabi Muhammad masih di Mekah) dan ayat-ayat Madaniyah (ayat-ayat yang turun ketika Nabi Muhammad pindah ke Madinah). Sistematika Al-quran ditetapkan oleh Allah melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad, sistematikanya tidak seperti buku ilmiah yang mengikuti metode tertentu.
Jika dikaji sejarah turunnya Al-quran dapat disimpulkan bahwa Al-quran itu isinya antara lain :
1) Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia.
2) Petunjuk mengenai syari’ah.
3) Petunjuk mengenai akhlak.
4) Kisah umat muslim dimasa lampau.
5) Berita tentang zaman yang akan datang.
6) Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7) Hukum yang berlaku dalam alam semesta.

B. AL-HADIST
Al-hadist adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Al-hadist merupakan penafsiran serta penjelasan otentik tentang Al-quran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Ada beberapa peranan Al-hadist antara lain :
1) Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Al-quran.
2) Sebagai penjelasan isi Al-quran.
3) Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya didalam Al-quran.

GLBB

A. PENGERTIAN GERAK
- Gerak adalah perubahan tempat kedudukan pada suatu benda dari titik keseimbangn awal.
- Suatu benda dikatakan bergerak jika benda itu berpindah kedudukan terhadap benda lainnya baik perubahan yang menjauhi maupun yang mendekati.

B. MACAM-MACAM GERAK
1. Gerak Peluru adalah gerakan suatu partikel yang besar percepatan selalu tetap dan terletak pada suatu bidang.
2. Gerak Melingkar adalah gerak suatu benda yang menempuh lintasan yang berbentuk lingkaran dengan kelajuan linier konstan.
3. Gerak Lurus adalah gerak suatu benda yang lintasannya berupa garis lurus.
- Gerak lurus ada 2 macam:
a. Gerak lurus beraturan (GLB).
b. Gerak lurus berubah beraturan (GLBB).
Dalam makalah ini, penyusun hanya akan membahas tentang gerak lurus berubah beraturan (GLBB).

C. GERAK LURUS BERUBAH BERATURAN (GLBB)
Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak lurus yang kecepatannya setiap saat berubah.
Perubahan kecepatan tiap satuan waktu disebut percepatan.










Vt

ΔV
Vo
Δt=t


Keterangan:
Vt : Kecepatan saat t
Sedang lintasan yang di tempuh Vo : Kecepatan awal
a : Percepatan
St : Jarak yang ditempuh sampai t

Hubungan antara St ,V0,Vt, dan a
Dirumuskan :

Kecepatan dan Percepatan
Kecepatan
• Kecepatan didefinisikan sebagai perpindahan yang ditempuh benda per satuan waktu.
• Kecepatan rata-rata adalah perpindahan dibagi dengan waktu tempuh.
= atau
• Kecepatan sesaat merupakan limit dari kecepatan rata-rata untuk Δt 0
V = =
Percepatan
• Percepatan menyatakan laju perubahan keepatan sebuah benda.
• Perepatan rata-rata adalah perubahan kecepatan dalam satu satuan waktu.

• Percepatan sesaat merupakn limit dari percepatan rata-rata untuk Δt→0
a =
Hubungan antara jarak, kecepatan, percepatan, dan waktu dalam GLBB adalah sebagai berikut:
• Grafik hubungan antara jarak dan waktu
s(m)



t(s)

• Grafik hubungan antara kecepatan dan waktu
v(m/s)



t(s)




• Grafik hubungan antara percepatan dan waktu
a( )



t(s)

s =
Vt = V0 +at
Vt2 = V02 + 2as
Keterangan:
s = jarak yang ditempuh benda (m)
Vo = kecepatan awal benda (m/s)
Vt = kecepatan akhir benda (m/s)
t = selang waktu (s)
a = percepatan benda (m/s2)

Penerapan GLBB pada Benda Jatuh
Gerak jatuh bebas adalah gerak suatu benda yang dijatuhkan tanpa kecepatan awal dari suatu ketinggian dekat permukaan bumi dan selama geraknya hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.
 Pada gerak jatuh bebas Vo= 0
Vt = g.t
 Jika benda jatuh dari ketinggian h.
Maka:
Besar kecepatan saat jatuh.
V =
Waktu sampai bawah (tanah).
t =
Contoh Soal :
1. Sebuah mobil yang mula-mula diam bergerak dengan percepatan konstan 4 m/s2.Hitunglah :
a. Jarak yang ditempuh benda setelah 2 sekon,
b. Kecepatan benda setelah 3 sekon, dan
c. Keceptan benda setelah menempuk jarak 25 m.
Penyelesaian :
Diketahui :
t = 2s; V0 = 0 m/s; a = 4 m/s2
Ditanya :
a. s pada t = 2s?
b. Vt pada t = 3s?
c. Vt pada s = 25 m?
Penyelesaian :
a. s = Vot + at2
= 0 + .4.22 = 8 m
b. t = 3s
Vt = Vo + at
= 0 + 4.3 = 12 m/s
c. s = 25 m
Vt2 = V02 + 2as
= 0 + 2.4.25
= 200
Vt =
= 10

2. Sebuah batu dijatuhkan dari puncak gedung setinggi 180 m. Berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai tanah dari pada kecepatan berapa? (g =10 m/s2)
Penyelesaian:
Diketahui:
h = 180 m
g = 10 m/s2
Ditanyakan:
a. t b. v
Penyelesaian:
a. t = 6 sekon
b. v = g . t = 10 .6 = 60 m/s

3. Sebuah mobil bergerak makin cepat. Pada detik kedua kecepatannya 4 m/s. Pada detik keempat kecepatannya menjadi 12 m/s. Berpa percepatan rata-rata mobil tersebut?
Penyelesaian :
a =
=










Latihan Soal
1. Sebuah balok yang terletak ditengah jalan ditendang hingga bergerak dengan kelajuan awal 8 m/s. Jika selama bergerak balok mengalami perlambatan konstan sebesar m/s, tentukan jarak balok akan berhenti?
2. Seorang atlet akan melompat setinggi 8 m dari permukaan air kolam. Jika pada saat ia lepas dari papan tumpuan kelajuan bawahya 6 m/s, tentukan kelajuan saat akan menyentuh air! (g = 10 m/s2)
3. Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan awal 15 m/s dan percepatan 1m/s2. Dalam 10 sekon pertama mobil tersebut menempuh jarak?
4. Sebuah mobil mula-mula bergerak dengan kecepatan 36 km/jam. Jika mobil dipercepat sehingga kecepatannya menjadi 90 km/jam selama 2 jam maka percepatannya?

perkembangan kognitif

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah trigonometri ini dengan baik.
Makalah ini mengambil judul “TRIGONOMETRI MEMBANGUN KEKUATAN KONTRUKSI KOKNITIF”. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah trigonometri yang diampu oleh dosen Sumaryanta.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dosen mata kuliah Trigonometri (Sumaryanta) yang telah dengan sabar memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyusun makalah ini.
2. Kedua orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan dan perhatiannya.
3. Teman-teman serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan sempurnanya makalah ini.
Harapan penulis, makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Yogyakarta, Januari 2010

Penulis






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. Pengertian Trigonometri 5
B. Teori Kontruksi 6
C. Penilaian Kognitif 11
D. Strategi Kognitif 15
BAB III KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18



BAB I
PENDAHULUAN

Menurut UU SISDIKNAS no. 2 tahun 2003 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar paserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagaman, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.” Dari uraian di atas terlihat jelas pentingnya pendidikan dalam pengembangan potensi manusia.
Dari berbagai macam cabang pendidikan dan salah satunya adalah matematika, merupakan cabang pendidikan yang paling penting tetapi menjadi sesuatu yang paling menakutkan bagi kebanyakan peserta didik.
Salah satu materi dalam Matematika adalah Trigonometri, yang didalamnya mempelajari tentang perbandingan ukuran sisi suatu segitiga apabila ditinjau dari salah satu sudut yang terdapat pada segitiga tersebut. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari diberbagai bidang kehidupan banyak membutuhkan pengetahuan tentang trigonometri antara lain bidang keteknikan, bidang IPA, bidang penerbangan, bidang pelayaran dan sebagainya. Oleh karena itu materi tentang trigonometri perlu diajarkan kepada peserta didik.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran trigonometri hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi. Dengan mengajukan masalah-masalah kontektual secara bertahap peserta didik dapat mudah menguasai konsep-konsep dan mengingat rumus-rumus trigonometri lebih lama dibandingkan hanya dengan menghafal saja.
Kesulitan yang biasa dialami oleh peserta didik dalam proses belajar trigonometri diantaranya ketika mereka dihadapkan dengan soal-soal trigonometri yang diberikan. Dalam proses mengerjakan soal-soal trigonometri tersebut, peserta didik akan mengasah kemampuan koknitifnya. Pendekatan kognitif mementingkan proses proses mental yang tinggi sehingga dapat memecahkan masalah dalam hal ini adalah menyelesaikan soal-soal trigonometri.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TRIGONOMERI
Sejarah singkat tentang trigonometri sebagai cabang matematika, pertama kali diberikan oleh Nashiruddin al-Tusi (1201-1274), lewat bukunya Treatise on the quadrilateral. Bahkan dalam buku ini ia untuk pertama kali memperlihatkan keenam perbandingan trigonometri lewat sebuah segitiga siku-siku (hanya masih dalam trigonometri sferis). Menurut O`Conners dan Robertson, mungkin ia pula yang pertama memperkenalkan Aturan Sinus (di bidang datar).
Di Arab dan kebanyakan daerah muslim, trigonometri berkembang dengan pesat tidak saja karena alasan astronomi tetapi juga untuk kebutuhan ibadah. Seperti diketahui, orang muslim jika melakukan ibadah sholat, harus menghadap ke arah Qiblat, suatu bangunan di kota Mekkah. Para matematikawan muslim lalu membuat tabel trigonometri untuk kebutuhan tersebut.
Kata trigonometri sendiri berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua buah kata yaitu trigonom berarti bangun yang mempunyai tiga sudut dan sisi (segitiga) dan metrom berarti suatu ukuran. Dari dua kata di atas, trigonometri dapat diartikan sebagai cabang ilmu matematika yang mempelajari tentang perbandingan ukuran sisi suatu segitiga apabila ditinjau dari salah satu sudut yang terdapat pada segitiga tersebut.
Trigonometri dapat juga diartikan sebagai berikut:
1. Trigonometri metode dalam perhitungan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan-perbandingan pada bangun geometri, khususnya dalam bangun yang berbentuk segitiga.
2. Trigonometri merupakan salah satu ilmu yang berhubungan dengan besar sudut, dimana bermanfaat untuk menghitung ketinggian suatu tempat tanpa mengukur secara langsung sehingga bersifat lebih praktis dan efisien.
3. Cabang ilmu matematika yang mempelajari tentang perbandingan ukuran sisi suatu segitiga apabila ditinjau dari salah satu sudut yang terdapat pada segitiga tersebut.
Dalam trigonometri akan dijumpai banyak rumus, yang materinya disusun bertahap dan setiap tingkatan tahapan akan saling berkaitan. Jadi dalam belajar trigonometri lebih baik secara sistematis, ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman materi selanjutnya. Pemahaman konsep trigonometri lebih diutamakan dibandingkan dengan menghafal rumusnya saja. Materi-materi trigonometri sangat baik untuk membentuk mental peserta didik untuk bisa meningkatkan ketelitian, kesabaran, logika, kemampuan berpikir (kognitif), percaya diri, kekreatifan, konsentrasi, dan berani perpendapat.
Contoh penggunaan ilmu trigonometri dalam kehidupan sehari-hari, bila kita ingin mengukur tinggi sebuah pohon, menara, gedung bertingkat ataupun sesuatu yang memiliki ketinggian tertentu maka tidak mungkin secara fisik akan mengukur dari bawah ke atas (puncak) obyeknya dengan menggunakan meteran. Dalam pengamatan akan didapat sudut dan jarak pengamat dengan tiang, kemudian dengan bantuan pengetahuan trigonometri maka akan dapat dihitung tinggi tiang tersebut.

B. TEORI KONTRUKSI
Belajar berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya perlu bila pembelajar mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam struktur pengertian lamanya. Dengan cara demikian, pengetahuan pembelajar selalu diperbarui dan dikonstruksikan terus-menerus. Jelaslah bahwa teori belajar bermakna Ausubel bersifat konstruktif karena menekankan proses asimilasi dan asosiasi fenomena, pengalaman, dan fakta baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
Berlandaskan teori Piaget dan dipengaruhi filsafat sainsnya Toulmin yang mengatakan bahwa bagian terpenting dari pemahaman manusia adalah perkembangan konsep secara evolutif, dengan terus manusia berani mengubah ide-idenya, Posner dkk lantas mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan teori perubahan konsep. Tahap pertama dalam perubahan konsep disebut asimilasi, yakni siswa menggunakan konsep yang sudah dimilikinya untuk menghadapi fenomena baru. Namun demikian, suatu ketika siswa dihadapkan fenomena baru yang tidak bisa dipecahkan dengan pengetahuan lamanya, maka ia harus membuat perubahan konsep secara radikal, inilah yang disebut tahap akomodasi.
Tugas pendidikan adalah bagaimana dua tahap tersebut bisa terus berlangsung dengan terus memberi tantangan sehingga ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Praktek pendidikan yang bersifat hafalan seperti yang selama ini berlangsung jelas sudah tidak memadai lagi, bahkan bertentangan dengan hakikat pengetahuan dan proses belajar itu sendiri.
Selama ini praktek pendidikan kita masih sibuk dengan UAN, seragam, les tambahan, buku pelajaran, yang orientasinya hanya praktek penjejalan materi pelajaran dan hasil yang akan dicapai dengan mengabaikan proses berpikir dan pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri secara aktif. Tidak mengherankan bila hasil survei Unesco terhadap anak usia 15 tahun di 43 negara menempatkan Indonesia sebagai yang terendah bersama Albania dan Peru dalam hal basic skills yang meliputi kemampuan matematika, membaca, dan sains.
Kita tidak perlu pongah dengan mengatakan bahwa ada anak-anak Indonesia yang berhasil menyabet kejuaraan dunia sejenis Olimpiade Matematika dan lain-lain, karena “anak unggul” semacam itu jumlahnya hanya satu dua diantara jutaan anak Indonesia lainnya. Justru lebih parah lagi apabila orientasi pendidikan tertuju hanya untuk meraih juara sambil menutup mata terhadap kenyataan yang ada secara umum. Konstruktivisme bisa dijadikan alat refleksi kritis bagi para penyusun kurikulum, pengambil kebijakan, dan pendidik untuk membuat pembaruan sistem dan praktek pendidikan kita sehingga perubahan-perubahan yang ada bukan sekedar dipermukaan, namun menukik ke “roh” pendidikan itu sendiri.
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Pendapat lain tentang konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.
Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Seseorang yang belajar akan membentuk pengertian, ia tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian baik secara personal maupun sosial (Resnick, 1983 ; Bettencourt, 1989). Pengetahuan tersebut dibentuk melalui interaksi dengan lingkungannya. Agar dapat mengerti sesuatu yang dipelajari, maka peserta didik harus bisa menemukan, mengorganisir, menyimpan, mengemukakan dan memikirkan suatu konsep atau kejadian dalam proses yang aktif dan konstruktif. Melalui proses pembentukan konsep yang terus menerus maka pengertian bisa dibangun (Bettencourt, 1989).
Pandangan tentang konstruktivisme antara lain mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru kemurid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Bettencourt, 1989). Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar (Von Glasersfeld, 1989).
Gagasan konstruktivisme tentang pengetahuan siswa mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap siswa memiliki skema kognitif, kategori dan struktur yang berbeda.
Faktor yang mempengaruhi konstruksi pengetahuan antara lain :
1. Hasil konstruksi yang telah dimiliki (Constructed Knowledge).
2. Domain pengalaman (Domain Of Experience).
3. Jaringan struktur kognitif (Existing Cognitive Structure).
Makna belajar dalam konstruktivisme antara lain:
1. Belajar berarti membentuk makna.
2. Konstruksi merupakan proses yang terus menerus.
3. Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi proses pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian.
Peran dalam pembelajaran konstruktivisme antara lain:
1. Menyediakan pengalaman belajar.
2. Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan mahasiswa.
3. Menyediakan sarana yang membuat mahasiswa berpikir produktif.
4. Memonitor dan mengevaluasi hasil belajar mahasiswa.
Proses pembelajaran konstruktivisme antara lain:
1. Orientasi (Apersepsi).
2. Elisitasi, pengungkapan ide siswa.
3. Restrukturisasi ide : (menjelaskan ide, berargumentasi, membangun ide baru dan mengevaluasi ide baru).
Evaluasi dalam pembelajaran konstruktivisme Alternative Assesment, dengan menggunakan potofolio, observasi proses, simulasi dan permainan, dinamika kelompok, studi kasus dan performance appraisal. Strategi pembelajaran konstruktivisme antara lain Student-Centered Learning Strategis, dimana siswa belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, self-regulated learning dan generative learning.
Implikasi konstruktivisme terhadap proses belajar berdasarkan prinsip bahwa ”Dalam belajar seseorang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya”, maka guru hendaknya mengusahakan agar murid aktif berpartisipasi dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya. Model pembelajaran yang menggambarkan prinsip konstruktivisme : kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengungkapkan gagasan dan pemikirannya, siswa dibantu untuk lebih berpikir dan merefleksikan pengetahuan mereka dalam kegiatan seperti : diskusi kelompok, debat, menulis paper, membuat laporan penelitian dimajalah, berdiskusi dengan para ahli, meneliti dilapangan, mengungkapkan pertanyaan dan sanggahan terhadap apa yang disampaikan guru, dll.
Lebih dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori konstruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktek pendidikan mereka, bahkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)pun tidak luput dari pengaruh teori ini. Paul Suparno dalam “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan” mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam praktek pendidikan.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang.





C. PENILAIAN KOGNITIF
Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegang dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa kemampuan dan keterampilan intelektual (kategori 2-6). Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ketingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
a) Pengetahuan (Knowledge)
Pada tahap ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem solving dan lain sebagianya.
b) Pemahaman (Comprehension)
Pada tingkat pemahaman ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.
c) Aplikasi (Aplication)
Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
d) Analisis (Analysis)
Analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan diantara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
e) Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.
Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Maka apabila bahan ajar telah diajarkan secara lengkap sesuai dengan program yang telah ditetapkan maka membuat alat penilaian (soal) dengan formulasi perbandingan sebagai berikut:
a) Soal yang menguji tingkat pengetahuan peserta didik : 40%.
b) Soal yang menguji tingkat pemahaman peserta didik : 20%.
c) Soal yang menguji tingkat kemampuan dalam penerapan pengetahuan : 20%.
d) Soal yang menguji tingkat kemampuan dalam analisis peserta didik: 10%.
e) Soal yang menguji tingkat kemampuan sintesis peserta didik : 5%.
f) Soal yang menguji kemampuan petatar dalam mengevaluasi : 5%.
Total formulasi soal untuk satu kali ujian yaitu : 100%.
Dengan menggunakan formulasi perbandingan soal di atas mempermudah seorang guru untuk memperjelas cara berfikirnya dan untuk memilih pertanyaan-pertanyaan (soal-soal) yang akan diujikan, selain itu juga dapat membantu seorang guru agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat soal. Seorang guru dituntut mendesain program/rencana pembelajaran termasuk di dalamnya rencana penilaian (tes) diantaranya membuat soal-soal berdasarkan kisi-kisi soal dan komposisi yang telah ditetapkan. Bentuk tes kognitif diantaranya: (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian nonobyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portopolio dan (8) performans.

2. Affective Domain (Ranah Afektif)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
a) Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
b) Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
c) Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
d) Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
e) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
a) Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
b) Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
c) Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d) Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
e) Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
f) Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
g) Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

D. STRATEGI KOGNITIF
Strategi kognitif merupakan keterampilan yang terorganisasi dari dalam yang fungsinya untuk mengatur dan memonitor penggunaan konsep dan aturan atau kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Gagne, 1974). Stretegi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif (Gagne’s Taxonomy) setelah analisis, sintesis dan evaluasi (Bloom Taxonomy).
Adapun jenis strategi kognitif, antara lain :
1. Strategi memperhatikan dan melakukan pengamatan secara efektif.
2. Strategi mengenkode materi yang dihadapi untuk penyimpanan jangka panjang (image forming, focusing, scanning dsb)
3. Strategi mengingat kembali (retrival), (nemonic system, visual images, rhyming)
4. Strategi pemecahan masalah.
Pemerolehan strategi kognitif pemerolehan kerapkali segera diperoleh dan penggunaannya makin dapat diandalkan melalui latihan dan praktek.
Kondisi belajar untuk strategi kognitif, ditentukan oleh dua hal :
1. Kondisi dalam diri pelajar memahami konsep dengan mengatakan berkali-kali dalam hal menghafal.
2. Kondisi dalam situasi belajar strategi yang berorientasi pada tugas dan ditemukan sendiri oleh pembelajar.





BAB III
KESIMPULAN

Trigonometri dapat diartikan sebagai cabang ilmu matematika yang mempelajari tentang perbandingan ukuran sisi suatu segitiga apabila ditinjau dari salah satu sudut yang terdapat pada segitiga tersebut. Materi trigonometri disusun bertahap dan setiap tingkatan tahapan akan saling berkaitan. Jadi dalam belajar trigonometri lebih baik secara sistematis, ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman materi selanjutnya. Agar dapat dengan mudah menguasai trigonometri, maka peserta didik harus bisa menemukan, mengorganisir, menyimpan, mengemukakan dan memikirkan suatu konsep atau kejadian dalam proses yang aktif dan konstruktif. Melalui proses pembentukan konsep yang terus menerus maka pengertian bisa dibangun secara mendalam. Untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa maka dilakukan penilaian/evaluasi.
Melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor). Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan terus-menerus maka hasil pembelajaran trigonometri akan lebih baik.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Materi-materi trigonometri sebagai bagian dari matematika sangat baik untuk membentuk mental peserta didik untuk bisa meningkatkan ketelitian, kesabaran, logika, kemampuan berpikir (kognitif), percaya diri, kekreatifan, konsentrasi, dan berani perpendapat. Jadi, trigonometri dapat dijadikan media untuk mengkontruksikan kemampuan kognitif peserta didik.